Memegang Teguh Mazhab Syafi'iPerkembangan Islam di nusantara tidak bisa dipisahkan dari kiprah para tokoh agama dan ulama besar yang giat menyebarkan sunnatullah serta Hadis di berbagai wilayah. Sejauh ini, Sumatra Barat merupakan salah satu daerah yang melahirkan banyak ulama terkemuka.
Di antara tokoh ulama asal Sumatra Barat terkemuka adalah Syekh Sulaiman ar-Rasuli. Semasa hidupnya, Syekh Sulaiman dikenal masyarakat luas sebagai ulama yang gigih mempertahankan serta mengembangkan paham ahlusunnah wal jamaah dan mahzab Syafi'i. Selain itu, dia merupakan pendiri organisasi Ittihadul Ulama Sumatra (Persatuan Ulama Sumatra) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Dari buku Ensiklopedi Islam, Syekh Sulaiman lahir tahun 1871 di Candung, yang terletak 10 km sebelah timur Bukitinggi, Sumbar. Oleh karenanya, dia pun lebih sering dipanggil dengan sebutan "Inyik Candung". Dia bernama asli Sulaiman bin Rasul, namun murid-muridnya di kemudian hari, akrab memanggilnya dengan nama Maulana Syekh Sulaiman ar-Rasuli.
Ayahnya bernama Angku Mudo Muhammad Rasul, yang juga ulama di daerahnya. Dari ayahnya pula, Syekh Sulaiman memperoleh pendidikan awal, terutama untuk bidang pelajaran agama. Di samping itu, sejak kecil dia menimba ilmu kepada Syekh Yahya al-Khalidi di Magek, Bukitinggi.
Ibadah haji dijalaninya pada tahun 1930 yang kemudian bermukim di tanah suci Makkah selama beberapa tahun. Di sana Syekh Sulaiman menuntut ilmu dari sejumlah ulama terkemuka. Antara lain Syekh Achmad Khatib Minangkabau. Sedangkan teman-temannya saat belajar di Makkah ialah Syekh Abbas Ladang Lawas dari Bukitinggi dan Syekh Muhammad Jamil Jaho.
Ketiganya tetap beraktivitas bersama sekembalinya ke tanah air dan menjadi tokoh ulama terkemuka. Mereka lantas gigih memperjuangkan dan mengembangkan paham ahlusunnah wal jamaah. Tiga sahabat karib ini dikenal dengan sebutan "tali pilin tiga."
Pulang ke kampung halaman, Candung, segera Syekh Sulaiman membuka sebuah pondok pesantren besar. Dalam waktu singkat, pesantrennya ini mendapat sambutan menggembirakan dari warga masyarakat sekitar. Makin lama jumlah murid-muridnya kian bertambah banyak. Tak hanya dari wilayah setempat, mereka yang ingin belajar di pesantren itu juga datang dari berbagai penjuru Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Tapanuli, Aceh bahkan Malaysia.
Materi utama pendidikan di pesantren tersebut adalah pengajaran paham ahlusunnah wal jamaah serta mazhab Syafi'i. Dia sangat konsisten menjalankan paham dan aliran tersebut. Begitu pula ketika ada muridnya yang telah berhasil menyelesaikan masa pendidikannya, maka pada ijazah kelulusan akan dicantumkan pernyataan bahwa si pemegang ijazah, jika berfatwa, harus mendasarkan pada mazhab Syafi'i. Selain itu, masih dalam ijazah tadi, tercantum tulisan bahwa Syekh Sulaiman tidak akan rela bila muridnya berfatwa atau menganut paham selain paham Syafi'i.
Syekh Sulaiman tidak cuma dikenal sebagai ulama, kiprahnya merambah ke bidang politik dan keorganisasian. Tahun 1921, bersama dua teman akrabnya, Syekh Abbas dan Syekh Muhammad Jamil, serta sejumlah ulama kaum tua Minangkabau, membentuk organisasi bernama Ittihadul Ulama Sumatra. Ini merupakan organisasi saingan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) yang didirikan kaum muda tahun 1918.
Tujuan dari pembentukan Ittihadul Ulama yakni untuk membela dan mengembangkan paham ahlusunnah wal jamaah serta mazhab Syafi'i. Dipilih selaku ketua umum pertamanya adalah Syekh Abbas Ladang Lawas. Organisasi tersebut kemudian menerbitkan majalah ar-Radd wa al-Mardud dibawah asuhan KH Sirajuddin Abbas dan H Mustafa Salim bin Syekh Muhammad Salim.
Dalam satu rapat yang berlangsung tanggal 5 Mei 1928 di rumah Syekh Sulaiman, muncul pemikiran bagi pembentukan organisasi persatuan sekolah-sekolah agama yang berpaham ahlusunnah wal jamaah. Sejumlah ulama tersebut secara tegas tidak setuju dengan aliran pendidikan yang dikelola kaum muda, semisal madrasah diniyah serta Sumatra Thawalib.
Selanjutnya, sekolah-sekolah agama yang tergabung dengan Syekh Sulaiman dkk dinamakan Madrasah Tarbiyah Islamiyah.
Syekh Sulaiman seringkali berbeda pendapat dengan tokoh muda lantaran keteguhannya mempertahankan paham ahlusunnah wal jamaah. Kendati demikian, dia sangat toleran dan menghargai pendapat orang lain. Oleh sebab itu, tak aneh bila tokoh ulama ini kerap bekerja sama dengan berbagai pihak meski ada ketidaksepahaman.
Pernah suatu ketika, Syekh Sulaiman berbeda pendapat dengan Dr H Abdul Karim Amrullah, yang pada intinya mengenai tarekat Naqsabandiyah serta rukyat dalam penetapan awal Ramadhan. Akan tetapi, keduanya tidak serta merta mengedepankan perbedaan pendapat itu ke dalam suatu debat kusir. Keduanua justru bekerja sama erat khususnya untuk menghadapi kolonial.
Mereka berdua bahkan acap kali mengisi ceramah di suatu tempat. Dan bersama dengan Syekh Ibrahim Musa --seorang ulama dan tokoh pembaru di Parabek, Bukitinggi-- berjanji untuk membawa semangat persatuan kepada segenap umat di wilayahnya.
Di bidang politik, Syekh Sulaiman pernah pula menjadi anggota Konstituante hasil Pemilu tahun 1955. Dia merupakan salah satu anggota tertua dan sempat ditunjuk untuk memimpin sidang pertama Konstituante. Selain itu, kiprahnya berpolitik sempat mengantarnya menduduki jabatan ketua Majelis Islam Tertinggi Sumatra Barat yang berkedudukan di Bukitinggi. Syekh Sulaiman pun tercatat pernah menghadiri konferensi ulama-ulama Sumatra dan Malaysia di Singapura pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942.
Sejumlah karya tulisnya di bidang agama hingga kini masih dirujuk oleh beberapa sekolah agama. Antara lain karyanya adalah Kisah Isra dan Miraj Nabi, Cerita Tentang Maulid Nabi, Kisah Nabi Yusuf dan Yakub, Tassawuf, Ilmu Tafsir, Usuluddin, Doa-doa, Kisah Muhammad Arif-Tassawufdan Perdamaian Adat dengan Syarak.
Demikian sumbangsih Syekh Sulaiman ar-Rasuli untuk mengembangkan agama Islam dan pendidikan agama. Sejarah membuktikan, Perti yang dibentuk bersama dua sahabatnya dulu, kini telah menjelma menjadi sebuah organisasi yang mapan dan memayungi ratusan sekolah dan lembaga pendidikan Islam. Agaknya Syekh Sulaiman hendak menitipkan pesan bahwa dengan memajukan pendidikan, maka umat akan dapat bangkit dan berkiprah lebih aktif dalam usaha membangun bangsa dan agama.
drp.http://www.republika.co.id